Sehat Selamat Jaya Sempurna

Betulkah Ada Agama dari Tuhan dan Bukan dari Tuhan ?

Rabu, 05 Desember 20122komentar



Betulkah Ada Agama dari Tuhan dan Bukan dari Tuhan ?

Betulkan bahwa ada agama yang asli dari Tuhan dan ada agama yang bukan dari Tuhan (hanya buah pikir dan renungan manusia). lalu siapa yang punya otoritas mengklaim atau menjadi juri terhadap semua agama? Sehingga penilaiannya layak untuk diakui dan sudah teruji kebenarannya?

Saya agak bingung jika ada manusia yang punya otoritas menilai apalagi menghakimi bahwa agama "A" sebagai asli dari Tuhan sedang agama lain bukan dari Tuhan. Yang terjadi menurut saya hanya klaim dari suatu agama oleh pemeluknya, bahwa agama yang diyakininya adalah merupakan agama yang memang berasal dari Tuhan. Dan itu diwartakan dalam Kitab Suci agamanya.

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, benarkah apa yang tertulis pada Kitab Suci itu adalah firman Tuhan? Khususnya tentang klaim bahwa agama tersebut adalah benar-benar agama dari Tuhan? Maka disinilah pentingnya kajian kritis tentang sejarah agama. Kapan bermulanya sebuah agama, dan bagaimana proses kemunculannya. Lalu siapa yang pertama kali memulainya, dengan kata lain siapa pencetusnya.

Dan banyak peneliti agama dan Kitab Suci, sudah menghabiskan umurnya untuk hal ini. Dan hingga kini, penulis sejarah agama selalu bermunculan. Dari waktu ke waktu dan dari berbagai belahan bumi. Lalu apa hasilnya?

Ternyata terbukti bahwa manusia, adalah mahkluk yang unik.
Unik dengan segala sikap, cara dan tingkah lakunya. Termasuk juga unik dengan lingkungan pengalaman yang mengitarinya. Akibatnya, semua itu berakumulasi membentuk cara pandang dan pilihan sikap setiap orang. Begitu juga dengan seorang peneliti dan penulis sejarah agama. Ada yang memihak pada agama, bahkan ada yang mati-matian membelanya. Tapi juga ada yang benci setengah mati terhadap agama. Walaupun juga tidak sedikit yang bersikap netral atau pun yang bersikap rasional dan objektif.

Dengan kata lain, semua latar yang mempengaruhi seorang peniliti juga akan mempengaruhi metode dan sikapnnya dalam meneliti sejarah agama. Ada yang jujur dengan data, fakta atau artefak sejarah yang ditemukannya. Tapi ada juga yang tidak jujur alias tidak berlaku sebagai seorang peniliti yang netral tidak memihak. Itu sebabnya lain buku sejarah, lain pula laporan dan tafisrnya tentang sejarah. Apalagi tentang sejarah agama, dimana faktor psikologis dan kedekatan emosional seorang peneliti tentang agama yang diyakininya, atau tentang agama lain yang tidak diyakininya, akan turut mewarnai karya tulisnya tentang sejarah agama.

Dan sejauh ini memang amat langka penulis sejarah agama yang berhasil melepaskan baju keyakinannya pada agama yang diyakininya saat melakukan kajian sejarah. Misalnya, ketika realnya sebuah data meragukan, dan tidak masuk akal, maka yang terjadi data itu ditafsirkan agar menjadi cocok dengan target atau visinya, yaitu membela agama yang diyakininya.

Itu sebabnya, mungkin saja seorang Atheis, atau agnotis, dipandang lebih compatible untuk menjadi seorang peneliti yang kredible ketimbang seorang pemeluk sebuah agama dengan teguh yang melakukan penelitian agama. Walaupun anggapan ini juga tidak bisa diaminkan begitu saja. Karena kenyataannya, segelintir manusia, selalu saja ada manusia yang bisa bersikap objektif dengan menanggalkan baju kenyakinannya saat dia harus bersikap objektif.

Jika kita mempertanyakan asal usul segala sesuatu, apalagi sesuatu yang bersifat kejadian, sebuah kebudayaan atau agama, maka jawaban yang paling absah adalah hasil penelitian sejarah. Meskipun tingkat keabsahan itu juga tidak pernah sampai maksimal. Karena yang namanya human error, selalu saja bisa terjadi, seperti yang sudah saya tulis diatas. Akan tetapi dalam paradigma sains, itulah yang paling mungkin. Ketimbang hanya dengan modal yakin begitu saja, dengan modal beberapa buku dan kotbah konvesional yang dasarnya hanya yakin dan yakin begitu saja. Padahal yang dipertanyakan adalah masalah otentifikasi sejarah. Apakah sebuah agama itu benar dari Tuhan? Lalu kapan bermulanya dan siapa yang memulainya. Dan lebih jauh benarkah yang membawa suatu agama itu menerima firman dari Tuhan.
Jika dijwab Ya, dalam keadaan seperti apa dia menerima firman Tuhan. Bertatap muka secara langsung, atau hanya perasaan atau dalam cakrawala bathin saja?

Semua itu benar-benar tidak mudah untuk dijawab.
Apalagi jika yang mempertanyakannya sudah dipenuhi perasaan ketakutan, dosa dan sebagainya, karena suatu keyakinan yang sudah mengendap puluhan tahun dalam sejarah hidup seseorang sejak dia masih kanak-kanak.

Share this article :

+ komentar + 2 komentar

22 Maret 2018 pukul 02.56

Jika dijawab Ya, dalam keadaan seperti apa dia menerima firman Tuhan. Bertatap muka secara langsung, atau hanya perasaan atau dalam cakrawala bathin saja?,

Lantas bagaimanakah dengan ilmu yang di dapatkan surman effendi ??
murnikah ini dari tuhan, atau hanya igauan bisikan setan...

Posting Komentar

Detak Bogor

 
Support : Creating Website | Zack Journalist | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Rahasia Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by Zack Journalist
Proudly powered by Blogger